Saturday, April 30, 2016

Bali: Pergi sendirian dan pertama kali ke Bali? Pas Nyepi? Siapa takut! (4/4)

Rabu, 9 Maret 2016 (Menikmati Nyepi di Bali)
Bangun seperti biasa, sambil menunggu Gerhana Matahari Total dan tetot!!! Saya kurang beruntung tidak bisa memotret peristiwa langka tersebut karena tingginya bangunan Pura sebelah hotel saya tidak bisa melihatnya dari hotel hanya terlihat langit saja yang sedikit gelap. Barulah jam 08.30 saya memilih untuk menikmati fasilitas hotel yang ada (Kolam Renang). Berenang deh sambil senyum ke cewek bule cantik yang berenang juga (modus) hahaha..., abis itu rebahan di bale sambil ngobrol dengan penghuni hotel lainnya. Salah satunya adalah Jack bersama pacarnya dari Tasmania. Saat saya tanyakan tentang hewan Tasmanian Devil, dia pun menceritakan kalau dia pernah memegang bayi Tasmanian Devil dan mamalia tersebut berukuran kecil. Kamu harus pergi kesana untuk melihatnya dari dekat, kata Jack. Selesai berbincang saya pun kembali ke kamar untuk menonton film yang saya simpan di flashdisk (kemana-mana selalu bawa benda yang satu ini) kebetulan Smart TV jadi tinggal colok aja flashdisk-nya, berhubung semua layanan TV lokal maupun berbayar (TV kabel/satelit) dimatikan selama Nyepi. Sudah disediakan juga persediaan makanan untuk Nyepi oleh pihak hotel biar tidak kelaparan katanya hahaha…. Sesekali keluar kamar dan duduk di bangku depan kamar main smartphone sambil ngemil biar gak bosen. Sorenya, saya memesan tiket pesawat dengan aplikasi Traveloka untuk pulang ke Jakarta esok harinya penerbangan siang karena ada keperluan lain dan pembayaran dengan Internet Banking untungnya Token tidak lupa dibawa (kalo lupa tidak bisa pulang tanggal 10). Malam harinya saya mulai mengemas barang bawaan untuk persiapan pulang esok hari, tak lupa pasang alarm dan dilanjut nonton film lagi. Itulah aktivitas saya selama Nyepi yang biasa banget *plak!!*.

Kamis, 10 Maret 2016 (Hari terakhir di Bali dan kembali ke Jakarta)
Alarm berbunyi, langsung mandi dan merapihkan sisa peralatan mandi. Keluar kamar langsung liat pitu depan hotel sudah dibuka, tanya ke staf hotel untuk mencarikan Arak Bali dan saya menunggu selagi dicarikan, 15 menit kemudian staf hotel itu kembali dan memberitahukan kalau semua warung tidak diperbolehkan buka setelah Nyepi sampai jam 12.00 agar semua orang datang ke pasar pagi yang selalu diadakan setiap tahun setelah Nyepi di pinggir pantai Kuta ke arah selatan dimana Ogoh-Ogoh dari tiap desa adat Kuta dipajang. Lagi-lagi tidak bisa membeli oleh-oleh khas Bali dan niat pun hilang untuk bawa oleh-oleh ke Jakarta. Akhirnya saya memutuskan untuk jalan pagi ke pasar pagi itu hanya untuk ingin tau berhubung saya pulang siang hari dan bandara tidak jauh dari hotel. Pasarnya sudah dipadati pengunjung dari wisatawan maupun warga lokal, barang-barang yang dijual seperti pasar malam kalau di Jakarta. Tidak ada barang yang bisa mencuri perhatian mata saya, walaupun ada tapi kurang menarik untuk saya karena ada barang yang sama tetapi tidak ada di pasar itu. Selain itu, ada pertunjukan seni musik tradisional dari pemuda desa adat setempat dan galeri foto serta jajaran 13 Ogoh-Ogoh raksasa yang ditampilkan pada malam perlombaan. Sayangnya, kamera saya berembun karena lembab dan butuh waktu lama menunggu agar embunnya hilang jadi hanya bermodal kamera smartphone. Lelah berkeliling, saya kembali ke hotel pada jam 10.00 dan ke ATM tapi masih tutup (ATM belum dinyalakan) walaupun kertas yang ditempel di luar ATM menjelaskan ATM beroperasi jam 08.00. Apa daya semua rencana pasti akan berantakan jika tidak tau apa yang terjadi di Bali sebelum dan sesudah Nyepi. Di hotel check out dan bayar hotel dengan kartu debit, lalu saya meminta staf untuk mecarikan ojek ke bandara tapi malah diantarkan dengan motor ke bandara (asik… tumpangan gratis) dan pamitlah saya ke semua staf hotel (semoga ketika ke Bali lagi dapat menginap di The Pavilion Kuta lagi karena stafnya ramah-ramah dan pelayanannya bagus). Sampai di Bandara Internasional Ngurah Rai, jalan kaki dari pintu pejalan kaki tidak jauh dari terminal penerbangan internasional. Dapat SMS ternyata penerbangan saya ada penundaan 1 jam efek dari Nyepi (Okelah gak masalah). Ceritanya, saya salah terminal keberangkatan nih (dalam hati kok bagus ya? Hahaha) sampai ada seorang bapak (calo tranportasi) yang bikin saya jengkel. Abis itu saya ke petugas bandara menanyakan penerbagan domestik ternyata di bangunan bandara yang lama lumayan olahraga dari terminal internasional (namaya juga baru pertama di Bali dan ke bandara sini). Langsung masuk gate keberangkatan terus print tiket, check in, dan menunggu pesawat. Lagi duduk santai terus saya lihat ada Titiek Puspa dengan dandanan khasnya kacamata hitam besar menggunakan kursi roda dibantu oleh seorang petugas bandara (seperti yang kita tau Titiek Puspa sebelumnya dirawat di rumah sakit). Banyak yang tidak mengenalinya tapi ada beberapa ibu-ibu yang mengenali wajahnya langsung bersalaman dan berfoto bersama. Mungkin Titiek Puspa habis liburan juga karena memang asik sekali saat Nyepi untuk mejauh dari keramaian. Tiba-tiba ada pemberitahuan kalau pesawat saya mengalami keterlambatan karena bandara baru dibuka dan beroperasi jam 06.00 dan kali ini 1,5 jam (Damnnn…. Tau gitu bisa kebeli itu Arak Bali). Akhirnya pesawat berangkat menjelang sore dan sampai Bandara Halim Perdanakusuma langsung cari taksi diperjalanan supirya beralasan kurang paham jalan, ya sudah saya kasih jalan paling cepat sampai ke rumah hanya dengan satu lampu merah hahaha… Sore itu juga sampai rumah langsung mandi, habis itu baru sadar kaki sudah belang karena sandal gunung yang saya pakai. Begitulah cerita perjalanan saya dari awal pergi sampai pulang ke rumah, saya kasih tips yang tidak ada di artikel lain dan biaya pengeluaran.

Sebelumnya Bagian 3 > DI SINI

Tips: SEDANG DI PROSES
Biaya Pengeluaran: SAMA JUGA HEHEHE

Friday, April 29, 2016

Bali: Pergi sendirian dan pertama kali ke Bali? Pas Nyepi? Siapa takut! (3/4)

Senin, 7 Maret 2016 (Kembali ke Bali dari Pulau Nusa Penida)
Bangun subuh, aktifitas seperti bisaa di pagi hari dan packing barang bawaan lagi. Makan snack dan minum kopi lalu check out dan pamit sama pemilik Home Stay hanya ada si ibu dan cucunya. Waktu sudah jam 06.15, saya pun berjalan kaki menuju Pelabuhan Buyuk sambil olahraga pagi. Waktu tempuh 15 menit berjalan kaki dari penginapan saya. Sampai di Pelabuhan Buyuk, lihat kapal yang bersandar tidak ada Fast Boat Caspla Bali satu pun dengan warna kuning khasnya (waduh, telat nih padahal belum jam 07.00 bisa naik sore atau ke Toyapakeh yang lumayan jauh kalau mau pagi). Langsung tanya ke loket Caspla Bali untuk Fast Boat tujuan Pantai Sanur dan ternyata terlambat dan masih dalam perjalanan (Alhamdulillah, keburu). Beli tiket Fast Boat 75 ribu (kali ini pakai uang pas biar gak kejadian lagi). Tak lama kapal bersandar, ternyata salah satu mesin kapal bermasalah. Hanya 2 penumpang saat itu (saya dan 1 orang bapak dengan bawaan untuk upacara) dan kru Caspla Bali. Waktu yang ditemput cukup cepat, hanya 30 menit. Sampai di Pantai Sanur dalam keadaan belum sarapan nasi, langsung saya menuju ke Warung Mak Beng di pinggir jalan masuk Pantai Sanur karena sudah jam 07.30 pasti sudah buka. Di internet sudah banyak yang rekomendasikan untuk makan di sini karena sambal dan sop ikannya yang katanya mantap! Karena penasaran, langsung saya pesan dan ternyata satu paket 45 ribu (Sop Ikan, Ikan Goreng + Sambal, dan Nasi) dan minum saya air putih biar sehat hahaha… Pas makanan datang, betapa kagetnya saya ini porsi untuk 2 orang dan saya termasuk yang dikit makannya (Duh, ngeri gak abis). Langsung deh nyobain sop ikannya dan beghhh… gila lidah terasa digoyang dengan rasanya!!! Lalu nyoba ikan goreng sama sambal dan rasanya belum bisa bikin saya wow (karena saya suka pedas, sudah macam-macam sambal saya rasakan). Gak rugi deh dengan harga segitu, pasti puas terutama sop ikannya bikin mau bungkus bawa pulang hahaha… Selesai sarapan, kata hati saya memilih untuk ke penginapan yang menjadi opsi terakhir saya (karena dapat diskon khusus dan ditungguin oleh para staff hotel hehehe…) yaitu The Pavilion Kuta yang terletak di belakang Bali Jaya Mart, tidak jadi yang di Denpasar karena melihat jarak ke tempat wisata dan waktu semakin dekat dengan Nyepi. Mencoba yang berbeda lagi, saya pesan Go-Jek dengan biaya Pantai Sanur – Bali Jaya Mart sebesar 29 ribu dan cukup lama menunggu hampir 1 jam (gile lu ndro!!) yang ternyata abang Go-Jek-nya nyari helm dulu (padahal di Bali tuh gak pake helm, telanjang dada, dan gak ada spion juga gak ditilang). Ya sudahlah, tanpa berkomentar banyak langsung menuju hotel agak binggung dan akhirnya ketemu juga. Sampai The Pavilion Kuta sudah ditunggu staff hotel dan kagetnya mereka karena saya hanya seorang diri (dikira mereka saya bersama teman hahaha…). Para Staff Hotel-nya sangat ramah sekali dan sangat membantu, fasilitas hotel memadai sekali, bisa cek di website The Pavilion Hotel Kuta. Dapat kunci kamar pas masuk tempat tidurnya 2 lagi (hahaha… mubazir banget jadi satunya lagi yang tidur tas sama makanan) dan langsung rebahan dulu, tidak lama dikasih selembar kertas yang berisi keterangan menginap saya, fasilitas yang disediakan hotel, dan peta wilayah Kuta, Bali. Ditanya tujuan selanjutnya mau kemana oleh staff hotel, saya bilang mau ke Tanah Lot (karena cukup jauh jaraknya, jadi ya pilih wisata yang jauh dulu) dan saya tanya “Ada penyewaan motor gak? Berapa?”, Dijawab “Ada, nanti saya hubungi orangnya. Kalau untuk mas 45 ribu aja, kalu orang lain 60 ribu” (asik!!!). Di Pulau Nusa Penida gak bisa mengandalkan HP, barulah di sini bisa mengandalkan GPS HP. Tidak lama datang pemilik Rental Motor yaitu Bli Komang, langsung dibuatkan nota untuk 2 hari pemakaian tanggal 7-8 karena tanggal 9 sudah Nyepi jadi total biaya 90 ribu. Sebelum berangkat tanya tentang kegiatan Pawai Ogoh-Ogoh ke staff hotel dan ternyata tempat berlangsungnya acara dekat sekali dari hotel hanya 300 meter dan besok sore acaranya (Beruntungnya saya memilih langsung ke Kuta). Jam 01.30 saya pun berangkat dengan membawa minum dan permen serta tidak lupa kamera DSLR + lensa cadangan menuju Tanah Lot dengan motor sewaan (motor matic) dan tak lupa menyapa staff hotel. Karena belum tau jalan, saya pun mengandalkan GPS dan Google Maps untuk menuju ke Pura Luhur Tanah Lot. Sempat berhenti beberapa kali untuk cek jalan takut nyasar dan tidak sempat ke tujuan karena ingin menikmati matahari terbenam (sunset) di Tanah Lot. Karena terbiasa dengan padatnya jalan raya Jakarta, macet di Bali pun tidak ada apa-apanya hahaha… (senga gayanya!) Tapi saya tidak bohong, jika di Jakarta aja bisa selap-selip kalau jalanan di Bali ibarat masih keroco dibanding Surabaya dan Jakarta (silakan rasakan sendiri). Ngebut di jalan udah kayak lagi drag race hahaha… (jangan ditiru, hanya dilakukan oleh professional *dilempar golok*). Ternyata sampai di Tanah Lot lebih cepat dari perkiraan, waktu tempuh hanya kira-kira 90 menit (ngebut loh ya). Menuju ke gerbang masuk dan membayar 12 ribu (10 ribu wisata Tanah Lot + 2 ribu parkir). Masuk terus bawa motor ke Tanah Lot dan parkir di sana sebelum itu akan melewati pos jaga dan menunjukkan tiket masuk untuk di lubangi. Karena sampai lebih cepat jadi ya saya nikmati lah pemandangan dan mengitari tempat wisata. Kondisi cukup ramai saat itu, sampai akhirnya tibalah saat yang ditunggu semua wisatawan yang ada. Semua wisatawan berkumpul di pinggir tebing untuk menikmati dan mengabadikan matahari terbenam. Karena cukup berawan jadi kurang puas untuk difoto tapi masih tetap keren! Bergegaslah saya pulang ke hotel karena HP juga low batt ditambah tidak membawa power bank jadi saya tidak gunakan GPS HP dan mengandalkan ingatan dan petunjuk jalan. Sudah sampai daerah Kuta dan tetot!!! Binggung karena banyak yang satu arah serta jalan ada yang dialihkan (kebiasaan kalo malam hari itu saya paling mudah nyasar dimanapun itu pasti nyasar). Kebinggungan karena HP mati dan gak tau jalan muter-muter aja terus di daerah Kuta berjam-jam, akhirnya minum habis dan sedikit lapar lalu saya cari supermarket sambil bertanya arah ke jalan raya Kuta patokannya Bali Jaya Mart. Setelah dapat petunjuk masih agak binggung dan nyasar muter-muter lagi (padahal sudah di Jl. Raya Kuta) sambil nyari jalan masuk ke hotel. Lalu saya coba jalan yang ditutup untuk pengalihan jalan karena hanya jalan itu saja yang belum saya lewati dan benar saja jalan masuk ke hotel di situ (hah.. selamat, akhirnya sampai juga lalu langsung nge-charge HP dan liat jam di HP sudah jam 22.40 kagetlah ternyata tadi nyasar lebih dari 3 jam!). Langsung mandi dan lanjut makan (lagi-lagi mie instant) ditambah kopi, setelah itu istirahat untuk besok. Sama sekali tidak terpikirkan untuk membeli oleh-oleh di hari itu.

Selasa, 8 Maret 2016 (Rencana eksplor Bali gagal)
H-1 Nyepi. Bangun subuh dan sarapan pagi dengan roti, setelah sudah rapi dan bawa peralatan hunting foto (kamera, lensa, tripod) berangkatlah jam 07.15 ke tempat wisata paling dekat dari hotel yaitu Pantai Kuta menggunakan motor. Inilah waktu yang tepat untuk menikmati Pantai Kuta, karena sepi saat menjelang Nyepi (ibarat Jakarta bisa dinikmati saat menjelang Hari Raya Idul Fitri jalanan sepi, Bali pun begitu saat menjelang Hari Raya Nyepi). Setelah dirasa cukup puas menikmati angin dan rindangnya pohon di Pantai Kuta saya melanjutkan ke Pantai Legian yang masih satu kawasan. Naik motor lagi dan bayar parkir 2 ribu ke petugas. Melewati Hard Rock Café Bali sampai mentok belokan baru saya parkir dan masuk ke Pantai Legian. Bedanya kalau di Pantai Legian lebih ke tempat berjemur ada bale dan payung pepohonan tidak sebanyak Pantai Kuta. Perjalanan saya lanjutkan ke Monumen Ground Zero di Legian, saya cukup kaget (jadi ini Jl. Legian yang ada Bom itu?), pantas saja memakan korban banyak sekali karena jalanannya cukup kecil, pertokoan dan bar berdempetan dibanding jalan depan rumah saya. Karena petugasnya sudah pulang jadi hanya bisa berfoto di luar Monumen Ground Zero. Barulah terpikir untuk membeli oleh-oleh, teman ada yang nitip Surfer Girl tapi tokonya tutup dan saya lalu menuju Pabrik Kata-Kata Joger khas Bali tidak bisa dibeli di luar Bali maupun online dan tetot!!! Tutup juga langsung ambil kamera ganti lensa telephoto, di zoom ke pemberitahuan yang ternyata terakhir buka itu tanggal 7 dan tutup dari tanggal 8-10 selama Nyepi, buka kembali tanggal 11 (Nangis dipojokan jalan *lebay*, karena harus pulang tanggal 10 siang). Sudah tidak ada pikiran untuk beli oleh-oleh lagi, lanjut lah saya untuk sarapan nasi di Nasi Pecel Bu Tinuk (Warung Ini Dia) yang cukup nge-hits juga di Bali tidak jauh dari Joger dan searah serta harga terjangkau. Setelah tidak dapat oleh-oleh, saya kembali ke hotel jam 09.30dan bertanya ke staff hotel “Kalau acara Ogoh-Ogoh kira-kira jam berapa? Dan katanya jalanan banyak yang ditutup?”, dijawablah “Acaranya sih malam mas, tapi biasanya mulai dipajang Ogoh-Ogohnya jam 16.00. Iya mas, banyak jalan yang ditutup terutama disekitar sini, memang mau kemana mas? Kalau bisa sampai hotel jam 14.00 takutnya masnya binggung cari jalan”, Saya jawab “Ohh gitu ya, saya mau ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) sempet gak ya kira-kira?”, Dijawab “Ohh, sempet kok mas”, Saya jawab “Oke deh, terima kasih ya *sambil kasih senyum*”. Jam 10.15 barulah saya menuju GWK Culture Park, termasuk mudah jalan menuju GWK petunjuk jalan juga memadai (berpikir besok sudah Nyepi, nanti sore jalan banyak yang ditutup, harus buru-buru dan puas-puasin). Melewati kawasan Universitas Udayana dan tidak lama sampailah saya di Garuda Wisnu Kencana Culture Park, masuk menuju loket masuk motor dan tetot!!! Petugas “Maaf mas, sudah tutup karena besok Nyepi buka lagi tanggal 10” (arrrgghhh… pupus lagi harapan untuk menikmati Bali bagian Selatan). Langsung balik kanan dan ada pikiran untuk ke Uluwatu tapi saya urungkan keinginan itu karena pasti tutup juga kecuali Pantai pasti buka, melihat waktu juga karena takut banyak jalan ditutup jadi saya putuskan untuk kembali ke hotel (huuhhhh.. gagal lagi). Selama perjalanan sempat berhenti dibeberapa titik untuk foto Ogoh-Ogoh. Ya saat menuju hotel sudah mulai ramai, macet sana-sini beberapa jalan mulai ditutup. Untungnya karena nyasar pas malam itu saya tau jalan tikus di Kuta hahaha… Sampai di hotel langsung istirahat nunggu jam 4 sore dan saya diberikan selembaran dari staff hotel mengenai peraturan selama Hari Raya Nyepi berlangsung besok. Waktu sudah menunjukkan jam 16.00 mulailah saya hunting foto sudah ada 12 Ogoh-Ogoh berukuran besar berjejer di Jl. Legian selagi menunggu peserta terakhir dalam perjalanan. Tahun ini, total peserta Fetival Ogoh-Ogoh Desa Adat Kuta berjumlah 13 tim dari tiap Sekaa Teruna di Desa Adat Kuta, penampilan tiap tim dimulai jam 19.00 dan setelah tampil Ogoh-Ogoh diarak serta dipajang di Selatan Pantai Kuta. berdasarkan info yang saya dapatkan dari Panitia dan Pecalang Desa Adat Kuta. Lomba Ogoh-Ogoh Sekaa Teruna ke-XVI dalam Festival Seni Budaya (FSB) ke-6 Desa Adat Kuta diselenggarakan di depan sebuah Pura yang terletak tepat di pertigaan Jl. Raya Kuta dan dihadiri oleh Bupati Kuta serta tokoh-tokoh Desa Adat Kuta. Oiya, mencari mesjid di Kuta tidak begitu sulit cukup bertanya saja ke warga setempat karena lokasi mesjid rata-rata masuk ke dalam gang. Setelah sudah dapat foto Ogoh-Ogoh saya beli makanan di Bali Jaya Mart untuk stok Nyepi besok karena tidak diperbolehkan keluar dari halaman hotel untuk menghormati umat Hindu yang merayakan Nyepi dan juga besok bertepatan dengan fenomena alam Gerhana Matahari Total, jam 17.30 saya kembali ke hotel menunggu acara mulai di malam harinya. Sudah hampir jam 7 malam bersiap mendokumentasikan acara tersebut semua jalan di Kuta sudah ditutup, jadi bagi yang ingin nonton diwajibkan berjalan kaki menuju ke acara. Sekeliling panggung sudah dipadati penonton dari warga lokal, jurnalis, wisatawan domestik dan internasional. Sudah dapat posisi di belakang juri lomba, saya pun mendokumetasikan melalui foto setiap penampilan dari tiap peserta lomba. Penuh sesak dan berdesakan itu yang saya rasakan saat acara berlangsung, lebih parah dari padatnya kereta jam pulang kantor. Kaki pun tak kuasa menahan lamanya penampilan dari tiap peserta, efek dari hiking di Temeling, Nusa Penida. Saya pun menyempatkan diri untuk istirahat di hotel saat penampilan peserta nomor urut 10 dari total 13 peserta. Kemudian saya lanjutkan kembali untuk menonton penampilan peserta nomor urut 11 sampai 13 (acara habis). Setelah selesai tampil tiap peserta langsung mengarak Ogoh-Ogoh mereka ke arah Selatan melewati Pasar Seni dan diakhiri dengan memajang Ogoh-Ogoh tersebut di pinggir Pantai. Selesai acara, saya menuju hotel untuk tidur dan siap untuk menikmati Nyepi di dalam hotel besok.

Sebelumnya Bagian 2 > DI SINI | Lanjut ke Bagian 4 (Terakhir + Tips) > DI SINI

Bali: Pergi sendirian dan pertama kali ke Bali? Pas Nyepi? Siapa takut! (2/4)

Sabtu, 5 Maret 2016 (Perjalanan dari Surabaya ke Bali)
Sarapan pagi disediakan lagi oleh mamanya Bony (terima kasih Bude hehe…). Sudah sarapan kembali packing barang bawaan dan sambil cari artikel lagi mau turun di mana pas sampai Bali dan baca lagi artikel tentang tempat wisata, penginapan, dan makan di Pulau Nusa Penida (info yang saya dapat cukup membantu walau masih minim). Telepon lagi dengan teman yang bekerja di Bali yaitu Marmut, karena tujuan pertama sampai di Bali ingin ke Pulau Nusa Penida dan juga mengejar waktu agar dapat menikmati suasana Nyepi di Denpasar, Bali. Disuruhlah saya turun nanti di Pantai Sanur dan naik Fast Boat ke Pulau Nusa Penida, Marmut pun berpesan agar saya berhati-hati kalau di Bali terutama di Kuta, Bali karena banyak tangan cepat (copet) di tempat keramaian dan percaya sama kata hati (yang menurut kita benar) jangan percaya 100% begitu saja dengan orang baik yang baru kenal di Bali karena hanya akan menguras dompet kita serta mendekati Nyepi harga pada naik (terima kasih mut sudah diingatkan). Sebenernya mau coba dari Pelabuhan Padang Bai mengingat biaya kapal lebih murah tapi akses ke sananya itu yang sulit dan jauh serta minimnya info di internet. Sekitar jam 14.00 saya ditelpon oleh pihak travel kalau penjemputan di percepat menjadi jam 15.00 untuk menghindari macet akibat evakuasi kapal tenggelam di Selat Bali. Langsung saya diantarkan Bony ke supermarket beli keperluan selama diperjalanan dan di Pulau Nusa Penida, Bali untuk antisipasi hal yang tidak diinginkan. Tidak lama kemudian travel saya Ladju Trans dengan tulisan dan warna mobil kuning khasnya datang menunggu di depan Kelurahan Pagesangan, ternyata saya orang pertama yang dijemput oleh travel mungkin karena jaraknya paling dekat dengan Bungurasih. Jadilah saya diajak berkeliling Surabaya menjemput orang-orang yang satu tujuan ke Bali (enak juga ternyata seperti city tour jadi tau Surabaya). Setelah sudah dijemput semuanya mobil travel kembali ke kantor terlebih dahulu di Bungurasih, saat itu sudah jam 19.00 dan dipersilakan untuk yang mau ke kamar kecil. Penumpang travelnya unik-unik mulai dari keluarga yang anaknya cewek nyanyi dengan logat medok gak berhenti-berhenti, orang Ambon tapi logat Surabaya, dan para suster gereja yang salah satu temannya nyangkut pas naik mobil karena badannya besar bikin satu mobil ketawa semua hahaha... Tak lama kemudian persiapan berangkat dapat Snack (Roti dan Air Mineral Botol Kecil), di mobil ada colokan listrik sebelah kanan jadi tidak perlu khawatir HP mati. Perjalanan dimulai, mobil sempat berhenti di beberapa SPBU sesuai keinginan jika ada yang kebelet kencing karena jauhnya perjalanan. Jam 23.00 sampailah di cek poin untuk makan malam yaitu Rumah Makan Setia di Situbondo, Jawa Timur, cukup lama disini sambil merenggangkan badan. Perjalanan dilanjutkan lagi dan saya memilih untuk tidur.

Minggu, 6 Maret 2016 (Sampai Bali langsung menuju Pulau Nusa Penida)
Ketika bangun sudah jam 02.30 dan sampai Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur. Saya sudah tidak perlu memikirkan bayar ini, bayar itu karena sudah termasuk dalam biaya travel jadi saya cukup mengamati proses yang terjadi saja. Mobil masuk ke dek kapal dan para penumpang langsung naik ke bagian atas kapal (ingat kapal yang baru saja tenggelam), saya memilih menikmati angin di bagian luar kapal (saya mabok laut kalau berada di ruang dalam kapal, kalau di luar tidak bakal mabuk karena kena angin alami hahaha… Aneh kan?) selama menyeberangi Selat Bali dan rasa penasaran ingin melihat evakuasi kapal tenggelam (ternyata gak ada apa-apa gelap aja gak tau kapal yang tenggelam dimana). Kurang lebih 1 jam menyeberangi Selat Bali sampai di Pelabuhan Gilimanuk jam 03.30, mengamati proses masuk ke wilayah Bali di Pelabuhan Gilimanuk. Normalnya, dari mulai pengecekan KTP di POS 1 lalu ke POS 2. Tapi karena saya pakai travel jadi sudah ditanggung hanya supir yang turun ke pos dengan menunjukkan surat dan bisaa ada biayanya. Keluar Pelabuhan tidak lama saya tidur lagi bangun jam 05.25 disuguhkan dengan pemandangan yang keren dari sebelah kiri, perjalanan sempat terhambat karena ada upacara keagamaan di beberapa titik jalan yang saya lalui. Kiri-kanan jalan pun sudah terlihat tempat makan “Warung Muslim” sudah pasti halal dan warung Sate dan Babi Guling banyak sekali (maaf, saya muslim tidak makan babi). Dipikiran saya sekarang jadi saya harus mencari “Warung Muslim” jika lapar. Jam 06.45 mobil kami berhenti di SPBU Abiantuwung untuk istirahat dan sarapan, binggung makan apa beli lah Pop Mie hahaha… Makanan darurat! Lanjut lagi perjalanan mengantarkan satu persatu penumpang sampai ke tujuannya, sekali lagi city tour muter-muter  sekarang Denpasar. Jam 08.14 saya sampai di tujuan yaitu Pantai Sanur, lalu bergegas cari Fast Boat ke Pulau Nusa Penida dan bisa dipastikan saya terlambat keberangkatan pertama jam 08.00. Bertanya di loket sebelah tempat makan Mak Beng yang kata orang sop ikannya enak banget tapi baru buka jam 09.00, loket Fast Boat (Speedboat) untuk wisatawan domestik adanya di loket utara atau jalan turun sedikit dari loket atas di pinggir dekat pantai. Beli lah tiket disitu sesuai dengan harga tiket 2016 di internet, karena tidak ada uang pas saya gunakan uang cap dua bapak dan dapat keberangkatan pagi terakhir jam 10.00 menggunakan Fast Boat Maruti II Express. Kata ibu penjual tiket “Kembalinya nanti aja ya?” (dalam hati sudah tidak enak dan ada yang tidak beres, ingat pesan Marmut) Saya pun akhirnya menjawab dengan ragu “Oke deh, bu”. Langsung saya coba menghubungi Marmut berkali-kali mau cerita ada yang aneh tetapi tidak diangkat sama sekali (parah Marmut gak diangkat). Sambil menunggu kapalnya, saya memfoto suasana dipinggir Pantai Sanur yang pagi itu cukup ramai. Jam 10 kurang kapal yang akan saya naiki baru bersandar di pinggir pantai. Naiklah ke Fast Boat Maruti II Express tujuan Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida, saat naik ke Fast Boat sandal/sepatu wajib dilepas. Ingat kembalian belum diberikan, ketika tiket diminta saya bilang lah “Bli, kembalian saya belum dikasih”, tunggu sebentar bli-nya kebelakang lalu ke saya lagi dan bilang “Kembaliannya gimana kalau besok minta di pos tiket Pelabuhan Toyapakeh.” Saya pun jawab dengan raut wajah kecewa “Oke, bli” (semakin aneh kan? Disinilah saya sudah merasa dipermainkan, dan mengikhlaskan kembalian itu). Selama perjalanan saya hampir mabuk laut lagi karena harus berada di dalam kapal tidak bisa di bagian luar belakang kapal untungnya bisa saya tahan. Kira-kira 45 menit mengarungi Selat Badung dan sampailah di Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida. Turun kapal, saya binggung tidak tau arah ke tempat tujuan saya yaitu tempat wisata Mata Air Temeling (dikenal sebagai Natural Swimming Temeling). Berpikir ingin menyewa motor tapi benar-benar buta jalan di Nusa Penida (sinyal HP pun tidak stabil dan sering tidak dapat sinyal), makin panik tapi gaya serasa orang yang udah sering ke Bali hahaha… dan beberapa lama ada seseorang bapak menawarkan sewa motor tapi saya tolak baik-baik (untuk membandingkan harga). Kemudian ada yang menawarkan jasa ojek + pemandu namanya Wayan. Saya tanya “Bli, kalau sewa motor berapa?”, dia jawab ”100 ribu sehari, soalnya motor sewa sudah pada habis sisa sedikit, bahaya juga kalau belum pernah kesana jalan rusak.” Dalam hati, buset sama juga seperti yang lain ternyata gak salah tuh baca di internet sekitar 50 ribu – 75 ribu, teru saya bilang “50 ribu lah, bli” dan dia pun kekeuh menolak. Karena berpikir jalan ke Temeling baca di internet cukup jauh dan jalan pun kurang bagus dan penginapan yang akan saya tuju bagaikan Utara dengan Selatan karena agar saya mudah mencari makan. Lalu saya tanya “Ojek berapa bli ke Temeling sekalian ke penginapan di Banjar Mentigi, Sempalan, Nusa Penida (Pusat Kota di Nusa Penida)?”, Bli Wayan jawab “240 ribu” (seettttt… kan maen dalam hati, sambil menggunakan teknik marketingnya dia meyakinkan saya). Saya “Kurangin lah bli,”, Bli Wayan “Tak bisa lagi, memang mau ke Temeling saja? Sekalian saja ke Pasih Uug, Angel’s Billabong, Pantai Kristal karena satu arah tapi tiap tempat ada biaya tambahan (dijelasin detil).” Dalam hati, yah gak dah udah Temeling aja mending ngejar waktu juga takut kesorean padahal masih pagi hahaha… Akhirnya sepakat dengan tawaran 240 ribu tersebut berhubung juga sendirian dan bawaan tas lebih dari 10kg dan Bli Wayan juga seorang Pecalang di Nusa Penida jadi gak perlu ragu. Sepanjang perjalanan menuju Temeling, saya mampir dulu ke rumah Bli Wayan katanya mau ganti baju gak enak pakai rompi Pecalang dan wow, pemandangan dari rumahnya keren parah menghadap ke Gunung Agung!!! Lanjutlah perjalanan ke Temeling sambil ngobrol Bli Wayan tetep promosi menawarkan untuk ketempat lainnya tapi saya kekeuh (batu) dengan pilihan cukup ke Mata Air Temeling saja (ingat pesan Marmut) akhirnya dia menyerah menawarkan ke tempat lain hahaha… Bli Wayan tanya “Kamu tinggal di Jakarta mana?” dan saya jawab “Di Jakarta Selatan”, dia langsung bilang “Dekat dengan Potlot tempatnya Slank?”, saya jawab “Dekat sekali bli ke Potlot mah 10 menit dari Kalibata kalau gak macet *sambil ketawa*.” Ternyata Bli Wayan ini penggemarnya Slank waktu muda saat Slank konser di luar kota pasti dia hadir, karena sudah menikah dan punya anak jadi tidak bisa kemana-mana hanya di Nusa Penida saja. Panasnya itu nyengat! Seperti nusuk ke dalam kulit, mana pakai baju hitam pula (maklum saja panas daerah pesisir pantai contohnya Tanjung Priok, memang berbeda dengan panas daerah yang jauh dari pantai). Perjalanan awal dari pelabuhan masih bagus jalan beraspal menuju Desa Batumadeg sampai di Pos jaga yang mengarah ke Temeling kosong tidak ada yang berjaga mungkin karena ada upacara Melasti untuk menyambut Nyepi, jalan menuju Temeling ternyata masih jauh coy! Jalanan udah mulai gak jelas turunan cukup curam sekaligus jalan rusak beneran. Sampailah di jalan masuk ke Temeling masih bisa menggunakan motor jalan turun terus cukup jauh sampai di Pos jaga Temeling ada 2 orang yang berjaga dan berkata langsung masuk saja kira-kira 300 meter turun ke bawah dengan motor sampai di tempat motor parkir dan dilanjutkan berjalan kaki dengan trek turunan lumayan curam dan masih jauh ternyata coy!!! Gila untung turun bawaan tas ini berat banget, mikir nanti naiknya (semoga bisa lah kan istirahat dulu nanti). Sampai di Pos jaga terakhir membayar sumbangan 5 ribu dan turun lagi, wew! 1km lebih ada itu turun terus sampai ke Mata Air Temeling. Sesampainya di Mata Air, WOW!!! Amazing!!! Terbayarlah sudah lelah saya, rasanya ingin berlama-lama di situ dan saat itu pula sepi coy!!! Wisatawan hanya saya seorang ditemani dengan pemandu. Turun lagi ke bawah, ternyata sedang ada upacara Melasti di pinggir pantai Temeling saat itu sedang proses upacara Mekis (Jarang sekali bisa melihat langsung upacara Melasti di Temeling pula). Sementara itu, Bli Wayan mengajak saya ke bagian kanan pantai Temeling melewati lubang di kaki bukit pemisah pantai karena sebelah kirinya sedang ada upacara. Istirahat di situ sambil hunting foto, gak sia-sia ke sini puas dan yang bikin puas lagi itu sepi wisatawan jadi bisa menikmati ketenangan disini. Penasaran dengan proses upacara saya bertanya ke Bli Wayan “Bli boleh saya foto saat upacara berlangsung?”, dia jawab “Boleh, tidak apa-apa”. Mendapat jawaban itu pun memecah rasa penasaran saya (awalnya agak ngeri juga, takutnya saat mendokumentasikannya tanpa izin saya kesurupan leak, lagi! Gak pulang dah hahaha…), langsung saya mulai memotret kebetulan juga sudah mau selesai upacaranya dan setelah itu ngobrol dengan dengan masyarakat yang sedang membenahi tempat upacara. Saya pun tau sekarang pakaian pemuka/pemimpin upacara agama Hindu (Mangku) itu wajib serba putih dan penutup kepalanya berbeda sendiri dari umatnya bisaanya gondrong tapi dikucir dan hal unik yang saya baru sadari adalah kacamata hitam sepertinya sudah menjadi bagian budaya dari masyarakat adat Bali. Setelah dirasa cukup, barulah saya mengajak Bli Wayan untuk naik ke Pemandian Pria Mata Air Temeling, sambil duduk menikmati sekeliling (ingin rasanya kesini lagi lain kali). Bli Wayan cerita kalau di pemandian ini belum lama memakan 4 korban tewas karena tidak bisa berenang tetapi mengaku bisa berenang, karena bagian tengah pemandian ini sangat dalam bisa terlihat dari warna air yang gelap sekali. Mungkin Bli Wayan melihat keraguan di wajah saya (Ya, saya ragu antara ingin berenang atau tidak karena tidak ingin basah-bahasan dulu bukan karena tidak bisa berenang), tiba-tiba keraguan saya berubah menjadi keinginan untuk berenang karena kapan lagi saya bisa menikmati pemandian ini seorang diri dan sepi wisatawan huahaha… Langsung lah saya nyebur dengan turun perlahan dari sisi pinggir kolam, lalu berenanglah ke tengah-tengah sambil ngapung dan LOL!!! Betapa kagetnya Bli Wayan karena saya bisa berenang dan lama sekali menikmati pemandian tersebut hahaha… Hal lucu pun terjadi, Bli Wayan ikutan mandi situ juga dan ternyata dia tidak bisa berenang coy!!! Ngakak se-ngakak ngakak-nya (tetap control volume suara) saya disitu, tau Bli Wayan tidak berani berenang ke tengah, hahaha… kocak!! (saya kira dia bisa, pikiran yang tertukar). Perlu diingat, tidak ada sinyal disini diluar itu sinyal tidak stabil (Telkomsel maupun XL karena hanya dua operator ini yang dapat diandalkan di Pulau Nusa Penida). Sudah selesai mandi dan mendokumentasikannya dan istirahat sambil makan beberapa menit kemudian saya bergegas naik (siapkan mental), so far so good sampai di Pos jaga Temeling nanjak lagi nafas seketika tidak terkontrol karena berat beban yang saya pikul. Masih terus menanjak curam total perkiraan 1km sampai di tempat motor parkir, dipertengahan kaki mulai bergetar dan pantat mati rasa berhentilah saya melepaskan tas yang saya bawa istirahat 2-3 menit untuk minum, lanjut lagi menanjak di tanjakan terakhir tinggal 50m lagi bisa naik motor, kaki saya mati rasa juga akhirnya dan nafas tersengal-sengal dan bilang “Bli, saya gak kuat”, “Ayo sedikit lagi!” kata Bli Wayan sambil menyemangati. Apa daya kaki saya sudah berat sekali untuk melangkah efek beban tas dan akhirnya saya member kode tangan untuk Time Out dan Give Up. Bli Wayan pun langsung mengambil motor menjemput saya di tanjakan dan menaruh tas besar saya di bagian depan motornya (Motor Matic). Lega rasanya walaupun kaki nyut-nyut, perjalanan menuju penginapan sesuai ke inginan saya yaitu di Pusat Kota yaitu Sempalan agar mudah mendapatkan makanan. Saat diperjalanan, dengan jalan yang rusak itu membuat perut bergejolak dan berusaha menahan rasa ingin muntah. Tidak lama jalanan sudah beraspal tapi jalan masih berkelok, seketika bilang “Bli, sebentar udah gak kuat” Uuwwweeeekkkkk… Jakpot-lah saya untuk kedua kalinya dalam perjalanan ini pada saat yang bersamaan 3 orang anak kecil perempuan (umuran SD dan 1 adiknya yang masih kecil) tidak bisa mengendalikan motornya diturunan sambil teriak dan nyusruk ke batu dekat pohon pembatas jurang. Beruntung ada kami di saat itu yang melihat langsung karena tidak ada motor yang lewat sekalian kami. Saya suruh Bli Wayan untuk menolong mereka selagi saya Jackpot untungnya tidak ada yang parah hanya luka lecet dan tidak masuk jurang (mungkin sudah dilalahnya berhenti disitu). Setelah itu saya meminta untuk diantarkan ke warung untuk membeli air mineral. Melihat kondisi saya, Bli Wayan langsung mengantarkan saya ke penginapan di depan pasar senggol Banjar Mentigi, Sempalan yaitu Home Stay Ray (direkomendasikan oleh seorang blogger) dan benar saja tepat di seberang depan pintu masuk pasar senggol penginapan saya. Masuk ke penginapan dengan nuansa Bali yang kental serta luas dan nyaman halamannya. Bli Wayan menyuruh saya istirahat sejenak, agar dia saja yang memanggil pemilik penginapan, cukup lama dan lalu keluar lah seorang mbak yang murah senyum dan ada ibunya juga yang sudah cukup tua (anak dan istrinya Pak Ray, dan saya tidak bertemu dengan Pak Ray seperti yang diceritakan oleh seorang blogger). Ada kamar AC dan Non-AC saya pilih yang Non-AC karena pengeluaran sudah cukup banyak dan dikenakan biaya 150 ribu/malam. Karena Bli Wayan cukup membantu saya menjelaskan ini-itu selama perjalanan dan membantu mencari penginapan yang saya pun hanya tau melalui internet, saya berikan total 250 ribu dan meminta nomor HP-nya siapa tau saya butuhkan lagi lain kali dan tidak butuh pemandu cukup sewa motor saja. Kemudian, diberilah kunci kamar nomor 5. Masuk kamar, ada 2 kasur ukuran 1 kasur bisa untuk 2 orang. Disediakan 2 handuk bersih dan sabun mandi serta ada jemuran di dalam, kamar tidur dan kamar mandi tergolong luas. Tidak kecewa saya memilih menginap di sini, selain itu juga orang Pemda Bali yang berkunjung ke Nusa Penida juga sering menginap di sini. Istirahat di depan kamar enak sekali ditemani kicauan burung dan rindangnya pepohonan. Dan saya juga mendapatkan snack serta kopi atau teh tinggal yang bisa diambil sendiri di selasar tengah (seperti cafe). Lalu saya mandi, dilanjuti mencari makan, dan jalan-jalan sore disekitaran Banjar Mentigi serta hunting foto di dekat Pelabuhan Sempalan. Lelah dan saya kembali ke penginapan, dan baru mencoba menelpon Marmut lagi dan diangkat ternyata dia masih tidur pagi itu (zzzzzzzz). Tiduran sejenak menjadi ketiduran karena perjalanan pagi hari tanpa istirahat yang cukup, bangun jam 21.00 keluar penginapan sepi dan memilih untuk santai di selasar depan kamar, suasana mistis pasti ada tapi nyaman-nyaman saja. Puas santai, kembali masuk kamar untuk tidur karena harus mengejar waktu jam 07.00 agar bisa naik Fast Boat Caspla Bali dari Pelabuhan Buyuk.

Sebelumnya Bagian 1 > DI SINI | Lanjut ke Bagian 3 > DI SINI

Bali: Pergi sendirian dan pertama kali ke Bali? Pas Nyepi? Siapa takut! (1/4)

Berawal dari keingintahuan tentang suasana liburan di Bali yang hanya bisa saya rasakan melalui foto saja sejak masih kecil (kasian banget gak ada yang pernah ngajak, hahaha…), terpikirlah untuk jalan-jalan ke Bali dan berhubung ada seorang teman yang ingin jalan-jalan ke sana juga. Ternyata waktu yang saya dan teman saya pilih berbeda, saat pertengahan bulan Februari 2016 saya memutuskan untuk pergi ke Bali sendirian (nekat) di awal bulan Maret. Saya akan ceritakan perjalanan saya dengan detil dari transportasi, penginapan, dan tips selama di Bali.
Waktu pun semakin dekat dengan bulan Maret, tanpa berpikir banyak saya menghubungi seorang teman yang sedang berada di Bali dan juga meminta pendapat dengan teman-teman Bentara Muda (Sebuah Komunitas Anak Muda yang menyukai Seni dan Budaya yang di bentuk oleh Bentara Budaya Jakarta) yang pernah backpacker-an ke Bali serta rekomendasi penginapan alternatif dari teman tante saya. Jadi sudah banyak opsi yang saya pegang.
Sempat terpintas dipikiran untuk sekalian ke Gili di Lombok dan ternyata pas liat kalender, 9 Maret itu Hari Raya Nyepi! (Ya, saya gak pernah merhatiin kalender belakangan ini). Akhirnya diurungkan niat untuk ke Lombok dan diganti menjadi ke Pulau Nusa Penida. Awal bulan Maret pun saya juga ada keperluan di Surabaya untuk mendokumentasikan keadaan Lumpur Panas Porong, Sidoarjo sekarang. Jadilah saya putuskan untuk pergi ke Bali melalui jalur darat dengan rute Jakarta – Surabaya – Bali. Lalu saya mencari beberapa artikel perjalanan di internet untuk akses transportasi dan kondisi di Pulau Nusa Penida, selain itu saya juga mencari info mengenai Nyepi di Bali (Maklum karena pertama kali ke Bali dan bertepatan dengan Hari Raya Nyepi) agar tidak kebingungan di sana. Bilang sama orang tua mau ke Bali sendiri dan sempet gak percaya saya pergi sendiri karena ini juga pertama kali bepergian sendiri ke tempat yang saya belum pernah sama sekali kunjungi (memang saya anaknya suka melakukan hal yang berbeda dari yang lain), sebelumnya yang jauh seperti ke Kalimantan bersama teman dan Riau karena pekerjaan.
Setelah sudah mendapatkan banyak rekomendasi transportasi dan tempat menginap, barulah H-7 saya memesan tiket Kereta Api secara Online melalui website-nya  dan menghubungi teman saya yang tinggal di Surabaya. Karena tujuan pertama saya harus ke Surabaya jadi saya memilih waktu keberangkatan yang cocok ada dua pilihan (menyesuaikan biaya dan waktu) untuk menuju ke Surabaya Gubeng, yaitu KA Gaya Baru Malam (Jalur KA Selatan) dan KA Jayabaya (Jalur KA Utara). Karena saya pernah merasakan perjalanan dengan KA Gaya Baru Malam dan sampai di Stasiun Surabaya Gubeng kira-kira jam 01.30, saya berpikir merepotkan teman yang menjemput dini hari. Diputuskanlah naik KA Jayabaya keberangkatan dari Stasiun Pasar Senen (PSE) dan saya pilih hari Kamis, 3 Maret 2016 jam 12.00 sampai Stasiun Surabaya Gubeng sekitar jam 23.23. Tiket kereta sudah dipesan dan pada hari Selasa, 1 Maret 2016 barulah saya datang ke Stasiun Pasar Senen untuk mencetak tiket KA saya pada mesin Cetak Tiket Mandiri (CTM) karena kalau saya lalukan saat hari keberangkatan saya pasti akan penuh dan ngantri panjang. Tiket KA sudah ditangan, malamnya saya masih membaca artikel di internet tentang Pulau Nusa Penida, Transportasi di Bali, Transportasi dari Surabaya ke Bali, Suasana Nyepi di Bali.
H-1 ke Surabaya, menghubungi teman lagi yang sedang bekerja di Bali untuk rekomendasi transportasi dari Surabaya ke Denpasar, Bali. Disarankan oleh teman saya naik travel (Mobil Elf) karena bisa dijemput dari rumah dan diantarkan ke tempat tujuan langsung (sesuai rute yaitu cakupan Denpasar). Ada dua pilihan lagi yaitu Travel Bali Prima dan Travel Ladju Trans (yang direkomendasikan) biayanya pun sama. Dan karena teman saya sudah pernah mencoba Bali Prima, saya pun memilih Ladju Trans. Sudah packing barang yang mau dibawa, lalu saya dan Jabhe (teman dari kecil dan juga personel band Crewsakan) beli oleh-oleh untuk Bony (teman di Surabaya) setelah itu baru istirahat dan keesokan harinya pertualangan pun dimulai. Karena saya kurang mahir membuat rencana jadwal perjalanan atau itinerary jadi saya bagai air mengalir saja dan menggunakan aplikasi Swarm (ekspansi Foursquare) untuk memudahkan saya saat menulis artikel perjalanan ini.

Kamis, 3 Maret 2016 (Perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya)
Berangkat dari rumah jam 11.00 pesan Go-Jek menuju Stasiun Pasar Senen. Setelah sampai langsung ke supermarket beli cemilan untuk di kereta dan saya masuk menuju peron dan kereta mengalami keterlambatan 15 menit. Perjalanan kereta melalui Jalur KA Utara melewati Pekalongan, Semarang, Cepu, dan Bojonegoro. Di kereta perut masih terasa kenyang belum ingin makan lagi sampai petugas kereta yang berjualan makanan 4 kali mondar-mandir, 2 jam sebelum sampai Surabaya perut mulai lapar tapi petugas makanan tidak dating lagi (sial, cemilan abis dan perut kelaparan hanya sisa permen dan air minum). Terpaksa menahan lapar walaupun sudah tau bakal masuk angin nih! Sampai di Stasiun Surabaya Gubeng jam 23.26 sudah ditunggu Bony di luar Stasiun, langsung saya berdua mencari makan malam. Berhentilah di Jajanan Pecel pinggir jalan, pas lagi enak-enaknya menikmati makanan, tiba-tiba perut bergejolak menolak makanan “Jackpot” lah di situ (Ibu penjual pun kaget). Setelah itu bergegaslah menuju rumah Bony di daerah Pagesangan untuk menginap.

Jum’at, 4 Maret 2016 (Mampir ke Lokasi Lumpur Panas Porong)
Jam 01.20 kebelet BAB efek masuk angin, kamar mandi pun berada di belakang gelap dan harus nimba air dari sumur (teman saya Bony pun tidak berani ke kamar mandi jam segitu). Karena saya juga sudah terbisaa dengan hal gaib jadi bisaa saja, selama saya tidak mengganggu. Dipikiran saya hanya memikirkan perut sakit harus BAB hahaha… Selesai BAB, lanjut ngobrol membahas tujuan untuk membeli tiket travel dan melihat Lumpur Lapindo setelah sholat Jum’at. Lanjut istirahat, paginya mencari sarapan di Pasar Pagesangan dan siang harinya jam 13.30 bergegas menuju Sidoarjo diantar Bony dengan motor (Sepeda kalau di Surabaya). Diperjalanan saya menuju Bungurasih terlebih dahulu untuk membeli tiket travel Ladju Trans di kantornya kawasan pertokoan Ramayana Bungurasih tujuan Surabaya – Denpasar keberangkatan sore hari jam 17.00, perkiraan sampai di Denpasar jam 07.00 untuk besok dan minta dijemput di depan Kelurahan Pagesangan. Setelah dapat tiket travel-nya, kami melanjutkan perjalanan ke Porong, Sidoarjo. Sesampainya di Lumpur Lapindo karena sama-sama baru pertama kali ke sini binggung pintu masuknya, akhirnya parkir yang ada tangga (kira-kira 50m tingginya dari rel kereta) menuju tanggul Lumpur Lapindo dikenakan biaya parkir dan biaya masuk perorang (bisnis gelap preman situ), dalam hati selama motor aman tidak apa lah bayar (kalau tidak aman saya bisa berubah jadi lebih dari preman hahaha…). Dari pinggir tanggul pun terlihat pusat semburan Lumpur Panas masih aktif mengeluarkan asap walaupun ada penurunan aktifitas. Saat sedang mendokumentasikan pasti akan ada yang menghampiri kita menawarkan DVD Dokumentasi Lumpur Lapindo saat awal-awal memuntahkan lumpur panasnya dan jasa ojek untuk melihat lebih dekat ke pusat semburan. Saya pun menolak tawaran tersebut walaupun dipaksa terus sama si bapak itu, sambil tetap memotret di pinggiran tanggul. Saat itu tidak banyak pengunjung yang datang dan bisa dihitung jari, sejenak saya beristirahat dengan Bony sambil memandang ke sekitar Lumpur Lapindo. Hal yang saya rasakan itu adalah kesunyian, tiupan angin, dan kenangan kelam. Lalu ada seorang bapak dan ngobrol dengan Bony, lalu bilang “Kenapa sepedanya gak dinaiki aja?”. Kami pun jawab “Tidak tau pak baru pertama.”. Ya, ternyata ada jalan masuk motor ke tanggul tanpa bayar (Hahaha… sudahlah tak apa). Pintu masuk ke tanggul menggunakan motor tidak begitu jauh dari tempat parkir kami (Sepanjang jalan raya Porong, patokannya yaitu 2 rumah 60% hancur pinggir rel kereta dan tanggul setelah rumah tersebut ada pintu kereta kecil dan masuk lewat situ menuju tanggul atas. Dokumentasi selesai, kami pun bergegas kembali ke rumah. Diperjalanan pun gerimis, Bony bilang “Mau lanjut kah ki?” dan sambil liat awan dan arah angin, saya jawab “Lanjut Bon!”. Benar saja arah angin menuju Sidoarjo dan Surabaya ternyata sudah lebih dulu hujan, kami pun tidak kehujanan sampai di rumah Bony kira-kira jam 16.00 (Huahahaha… Seneng gak jelas). Lalu saya dapat kabar mengenai tenggelam di Selat Bali karena kelebihan muatan (Wow, dag dig dug… Berdoa saja semoga besok lancar). Malamnya pun kami bercerita dan Bony pun juga tidak menyangka saya sendirian ke Bali (muka saya mungkin tidak cocok jalan sendirian hahaha…).

Lanjut ke Bagian 2 > DI SINI